Tuesday, December 5, 2017

Stepping Out of Comfort Zone: (Surprisingly) NOT That Scary

Di suatu siang, hari Sabtu beberapa minggu yang lalu, saya mendapat telepon dari Yogo, salah satu teman dekat saya saat kuliah. Dia menawarkan saya untuk ikut salah seorang dosen kami menghadiri seminar di hari Selasa dan bantu-bantu sebagai translator. “Nggak susah, kok. Ada seminar berbahasa Inggris. Tugas lu mendampingi FGD (focus group discussion) dan bantu translate waktu sesi tanya jawab.” Awalnya dia yang diminta ikut, katanya. Tapi dia berhalangan hadir dan kalau saya mau, dia akan merekomendasikan saya.

Tawaran dari Yogo ini nggak cuma sekali dua kali sebenarnya. Maklum dia memang aktif di kampus dan kenal banyak dosen, jadi sering diminta cari orang untuk acara-acara tertentu. Tapi saya nggak pernah mau. Nggak pede aja. Dalam hati, saya sering mikir “Nggak ah, nanti bingung ngomong apa.” “Duh, kayaknya gue nggak sepinter itu buat ikut-ikut acara begitu.” “Kayaknya bahasa Inggris gue nggak bagus-bagus amat.” Atau, sesederhana, “yah, temen-temen se-geng nggak ikut. Nggak deh.”

But, no, not that day.

Entah kesambet apa, hari itu walau masih setengah yakin, saya iya-kan tawaran Yogo. Rasanya saya udah terlalu betah ada di zona nyaman yang pada akhirnya bikin saya nggak bisa melakukan apa-apa. Ini kesempatan yang bagus banget buat belajar, apa lagi dosen yang dimaksud adalah salah satu dosen favorit kami, Pak Andri. Beliau ini super ramah dan menyenangkan diajak ngobrol ini-itu.

Senin pagi, saya janjian sama Pak Andri yang menawarkan untuk berangkat bersama ke venue, Hotel Aston Simatupang, untuk meeting dengan perwakilan dari Advance Consulting dan Wageningen University and Research, Belanda. Di perjalanan saya sedikit tanya-tanya tentang acara yang akan saya hadapi besok. Singkatnya, Indonesia dan Belanda telah melakukan kerja sama di bidang keamanan pangan dan peternakan selama beberapa tahun terakhir. DIFS-Live, namanya, singkatan dari Dutch-Indonesia Programme on Food Security, Poultry, and Dairy Sector. Dan seminar ini adalah seminar penutup untuk melaporkan temuan dan hasil dari kegiatan mereka beberapa tahun terakhir.

Dalam kegiatan ini ternyata ada Tasya dan Ammar, adik kelas saya di jurusan, serta Hiras, teman seangkatan saya dari jurusan yang berbeda. Ada juga rekan Pak Andri, Pak Frans. Kami semua mewakili FAC (Food and Agribusiness Center). Dalam meeting, Pak Andri memperkenalkan kami sebagai staf yang akan menjadi translator dalam FGD. Here’s the twist.

Excuse me Mr Andri but I just wanna make it clear. There’s no FGD. It will be four seminars in four different rooms. And we need not only translator, but also MC. So all of them will be the MCs for each seminar.”

 Dheg.

Kalau tahu dari awal ditawarin jadi MC, pasti saya udah kabur duluan. Nggak kebayang orang yang kaku dan nggak pedean kayak saya ngomong depan banyak orang. Public speaking is my weakness. Tapi berhubung udah H-1 dan telanjur terjebak di sini, ya udah, deh. Pasrah. Bisa apa lagi selain mengusahakan yang terbaik? :))

Dan selain MC, ternyata kami juga ngurusin general affairs. Mulai dari ngisi goodie bags peserta seminar, stand-by di meja registrasi, bagi-bagi buku saat launching, sampai menerjemahkan materi yang dibutuhkan di hari H. Sebagai amatir, saya berniat bikin script dan latihan dulu sedikit-sedikit. Kalau bisa juga baca materi seminarnya dulu supaya nyambung. Ternyata malamnya saya kebagian tugas untuk menerjemahkan press release statement yang akan dibagikan saat press conference. Baru selesai tengah malam dan besoknya harus berangkat jam 5 pagi. Yah, pasrah deh. Hahahaha.

Long story short, it went really well. Aaaaand surprisingly I feel happyI love doing itI made mistakes but with this natural-flat-expression I managed to stay cool. :p 

Dengan tim FAC yang cuma sedikit, kerjanya jadi super efisien. Capeknya nggak lebih capek daripada jadi panitia acara kampus. Belum lagi orang-orang yang terlibat di acara ini sangat menghargai pekerjaan orang lain sekecil apa pun. They kept saying “well done, everyone. Well done. Thank you!” Bahkan salah satu speakers di sesi saya, yang tahu kalau ini pertama kalinya saya nge-MC dan gugup banget, bilang “It’s ok. I do lot of researchs but rarely do the presentation. I’m nervous too. We’re same.” Saat selesai acara dan saya pamit ke mereka, saya sempatkan bilang terima kasih dan senang  bisa bertemu mereka. Sekaligus minta maaf karena saya melakukan beberapa kesalahan saat nge-MC. But they said, “you did goodThank you.”  That’s really kind of them. Even if they said it only for the sake of politeness, it’s heartwarming and I’m thankful for that. ;)




Our team: Ammar – Hiras – Pak Andri – Tasya – Anggi


The humble speakers on my session


Beyond everything, I'm proud of myself for taking such a big stepPublic speaking has always been my weakness but I managed to overcome it.

Keluar dari zona nyaman ternyata nggak se-menakutkan itu. Malah banyak hal positif yang bisa diambil hanya dengan sedikit keberanian. Dapat pengalaman baru, bekerja dengan teman-teman baru – yang ternyata menyenangkan, dikenalkan dengan orang-orang baru, belajar hal-hal baru, dan perasaan senang luar biasa setelahnya.

Saya jadi sadar bahwa nggak ada hal yang nggak bisa dilakuin kalau kita berani dan mau belajar. Agak nyesel sih, kenapa sadarnya nggak dari dulu. So from now on, I'd rather regret doing something than not doing somethingI'm ready to take every chance I get in life! ;)

No comments:

Post a Comment