Tuesday, December 12, 2017

A Gift Called Kindness

Rezeki itu bentuknya nggak selalu materi. Bisa apa saja. Dalam bentuk kasih sayang dari teman-teman yang baik hati, misalnya.

Salah satu hal yang saya syukuri setiap hari adalah dikelilingi orang-orang yang berhati baik dan sangat suportif, baik itu keluarga maupun teman. Kalau diingat-ingat, entah berapa banyak kebaikan yang mereka lalukan buat saya, sampai saya kadang terharu dan mikir, "what have I done to deserve them?". :') (iya, saya se-melankolis itu orangnya)

Bisa dibilang, 2017 ini bukan tahunnya saya. Dalam setahun rasanya banyak yang berubah, tapi juga tidak. Dunia di sekitar saya berubah, bergerak cepat, tapi saya seperti diam di tempat. Rasanya apapun yang saya kerjakan akhir-akhir ini nggak ada yang beres.

"I'm not good at anything."
"I'm below people's expectation."
"I wish I had his/her life..."

Pikiran semacam itu sempat terus menghantui. Puncaknya, ketika saya (lagi-lagi) gagal mendapatkan pekerjaan yang sangat saya inginkan, saya kecewa sampai ingin berhenti berusaha. Rasanya pengen ngilang aja untuk sementara.

Untungnya saya memilih untuk melakukan sebaliknya. I pretend to be a happy-go-lucky person as I always do, until I'm getting used to it. Saya tetep pergi main,  ketemu teman-teman, dan ngelakuin hal-hal yang saya suka. Awalnya cuma biar orang-orang terdekat saya nggak khawatir, tapi ternyata itu pilihan yang paling benar karena ketemu orang-orang yang baik bisa ngasih energi yang positif.

Tuesday, December 5, 2017

Stepping Out of Comfort Zone: (Surprisingly) NOT That Scary

Di suatu siang, hari Sabtu beberapa minggu yang lalu, saya mendapat telepon dari Yogo, salah satu teman dekat saya saat kuliah. Dia menawarkan saya untuk ikut salah seorang dosen kami menghadiri seminar di hari Selasa dan bantu-bantu sebagai translator. “Nggak susah, kok. Ada seminar berbahasa Inggris. Tugas lu mendampingi FGD (focus group discussion) dan bantu translate waktu sesi tanya jawab.” Awalnya dia yang diminta ikut, katanya. Tapi dia berhalangan hadir dan kalau saya mau, dia akan merekomendasikan saya.

Tawaran dari Yogo ini nggak cuma sekali dua kali sebenarnya. Maklum dia memang aktif di kampus dan kenal banyak dosen, jadi sering diminta cari orang untuk acara-acara tertentu. Tapi saya nggak pernah mau. Nggak pede aja. Dalam hati, saya sering mikir “Nggak ah, nanti bingung ngomong apa.” “Duh, kayaknya gue nggak sepinter itu buat ikut-ikut acara begitu.” “Kayaknya bahasa Inggris gue nggak bagus-bagus amat.” Atau, sesederhana, “yah, temen-temen se-geng nggak ikut. Nggak deh.”

But, no, not that day.

Entah kesambet apa, hari itu walau masih setengah yakin, saya iya-kan tawaran Yogo. Rasanya saya udah terlalu betah ada di zona nyaman yang pada akhirnya bikin saya nggak bisa melakukan apa-apa. Ini kesempatan yang bagus banget buat belajar, apa lagi dosen yang dimaksud adalah salah satu dosen favorit kami, Pak Andri. Beliau ini super ramah dan menyenangkan diajak ngobrol ini-itu.

Senin pagi, saya janjian sama Pak Andri yang menawarkan untuk berangkat bersama ke venue, Hotel Aston Simatupang, untuk meeting dengan perwakilan dari Advance Consulting dan Wageningen University and Research, Belanda. Di perjalanan saya sedikit tanya-tanya tentang acara yang akan saya hadapi besok. Singkatnya, Indonesia dan Belanda telah melakukan kerja sama di bidang keamanan pangan dan peternakan selama beberapa tahun terakhir. DIFS-Live, namanya, singkatan dari Dutch-Indonesia Programme on Food Security, Poultry, and Dairy Sector. Dan seminar ini adalah seminar penutup untuk melaporkan temuan dan hasil dari kegiatan mereka beberapa tahun terakhir.