Sunday, January 15, 2017

A Glimpse of My 2016

Di penghujung tahun 2016, beberapa hal besar terjadi dalam hidup saya. Ada yang sangat membahagiakan, tapi ada pula juga yang sangat memilukan. Kedua hal tersebut sangat berkebalikan, namun sama-sama memberikan pelajaran baru buat saya.

Hal yang terlihat nggak mungkin ketika cuma dipikirin, ternyata bisa jadi sangat mungkin ketika dijalanin.

Saat itu, saya pikir rencana saya tahun ini benar-benar nggak akan berjalan mulus. Saya merasa nggak mampu menyelesaikan apa yang saya telah mulai, namun di saat bersamaan juga sadar, saya bukan sekedar nggak mampu. Saya juga kurang berusaha. Sayangnya kesadaran itu muncul hampir terlambat, nggak banyak waktu tersisa sementara PR saya masih banyak.

Beruntungnya, saya dikelilingi orang-orang yang sangat suportif. Meskipun dibumbui banyak drama, semua berakhir sesuai dengan yang diharapkan. Nggak henti-hentinya saya bersyukur atas nikmat-Nya ini.

Hal kedua yang saya pelajari adalah

sekuat apapun kita berusaha dan sekeras apapun kita berdoa, ada hal-hal yang memang tidak ditakdirkan untuk menjadi milik kita.

Semua orang tau bahwa jodoh, rezeki, hidup, dan matinya seseorang sudah ditetapkan oleh-Nya. Namun saya percaya bahwa manusia boleh berusaha. Mungkin jika kita berusaha dan berdoa lebih keras, Tuhan akan berbaik hati mengabulkan keinginan kita.

Nyatanya,
benar bahwa usaha juga mempengaruhi hasil,
namun Dia lebih tau mana yang baik bagi kita.

Selama enam tahun saya memulai dan memelihara sesuatu yang saya yakini baik bagi saya. Sesuatu yang sangat berharga dan sangat saya sayangi, yang kalau boleh, nggak ingin saya tukar dengan apapun. Meski begitu sejak awal saya mencoba bersikap realistis, meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang saya punya saat ini bisa hilang begitu saja, kapan saja.

Tapi sebaik apapun saya mempersiapkan diri, saya nggak pernah benar-benar siap. Mungkin pada awalnya, ketika semuanya tiba-tiba benar-benar hilang, saya bisa menerimanya. Namun seiring berjalannya waktu timbul rasa kecewa, sedih, dan marah yang sulit untuk dijelaskan. Menangis menjadi satu-satunya pelampiasan. Ingin rasanya menemukan sesuatu untuk disalahkan, tapi nggak ada yang benar-benar salah. Ingin rasanya berusaha, tapi nggak ada hal tersisa untuk diusahakan.

Terlalu dini untuk bilang ikhlas, karena mungkin saya belum sepenuhnya merelakan. Namun beruntung bahwa seiring berjalannya waktu pula, saya bisa mengerti. Mengerti bahwa seburuk apapun caranya, selalu ada maksud baik dalam setiap hal yang terjadi dalam hidup kita.

Setidaknya saya tidak menyesal karena sudah berusaha, dan saya bersyukur karena sempat memiliki enam tahun yang berharga itu.

Terakhir,
saya juga belajar bahwa membenci lebih sulit daripada memaafkan.

Saya pikir mudah saja membenci orang lain yang sudah menyakiti kita; membuat rencana mengganggu dan membuatnya nggak tenang seumur hidup, atau minimal memaki di depan wajahnya.

Tapi, nggak, nyatanya memaafkan jauh lebih mudah.

Bukan karena dia berhak mati dengan tenang kelak, tapi karena kita berhak bahagia.

Karena untuk apa buang-buang energi memikirkan hal yang bikin kita marah, membuat rencana balas dendam menyakitkan yang mungkin nggak akan pernah terealisasi, sementara yang di seberang sana masih tidur dengan nyenyak setiap malam? Jangankan minta maaf, merasa bersalah pun mungkin nggak. Lalu buat apa membiarkan kebencian merusak hari-hari kita yang harusnya damai?

Jadi, ya, itulah bagian dari 2016 saya.

Bagian yang semoga saja membuat saya semakin dewasa dan semakin baik.

I feel grateful for both the most heartwarming and heart wrenching moments in 2016.
It’s okay..
Time heals all wounds.
Everything’s gonna be okay. :)