Beberapa hari lalu saya membaca post salah seorang teman dekat di media sosial tentang silaturahmi, yang cukup membuat saya kepikiran. Isinya begini:
"Yang dulunya deket sekarang jauh, tapi yang dulunya jauh sekarang jadi deket. Ngejaga silaturahmi sesusah itu ternyata."
Saya tersindir. Saya sadar, saya juga orang seperti itu.
Setiap denger cerita teman yang habis ketemu sama teman-teman lama mereka, saya suka mikir, enak ya, temenannya awet. Masih nyambung lagi obrolannya. Saya langsung inget teman-teman lama dan penasaran kabar mereka. Tapi saya tanya nggak? Nggak. Ketemu orang pun gitu. Kalau nggak sengaja ketemu orang yang pernah saya kenal, bahkan pernah dekat, saya ragu mau nyapa mereka. Kalau mereka nggak nyapa duluan, ya saya juga diem aja. Bahkan kalau saling sapa, biasanya saya cuma senyum lebar dan bilang, "Hai, (namanya)!" sambil melambaikan tangan, nggak nyamperin. Lalu kadang waktu saya buka-buka isi hp lama, atau post lama di media sosial, saya agak kaget dan mikir, "Lho, gue pernah sedeket ini ya sama dia? Kok sekarang nggak lagi ya..."
Pertanyaan yang muncul selanjutnya, "Emang gue pernah ngehubungin mereka?" Jawabannya, lagi-lagi, "Nggak, sih...".
Kalau pun ada teman lama saya yang masih dekat sampai sekarang, itu pasti karena mereka yang memang bisa jaga pertemanan, bukan sebaliknya.
Bukan karena sombong, pun bukan saya nggak mau tahu kabar mereka. Tapi pada dasarnya saya socially awkward. Mau nanya kabar, takut ganggu. Mau nyapa dan ngobrol, tapi takut mereka lupa dan mikir, "Lah, lo siapa nyapa-nyapa gue?" Mau ngajak ketemu, takut garing dan nggak ada bahan obrolan. Takut ini, takut itu, padahal kalo dipikir-pikir, silaturahmi itu kan hal yang baik. Pun kalau mereka merasa seperti yang saya takutkan, mereka mungkin nggak akan sejahat itu kok buat nggak ngeladenin.
Kemarin saya ketemu dengan teman saya yang nge-post soal silaturahmi tadi di salah satu mall. Kami pun ngobrol soal itu. Melegakan karena saya bukan satu-satunya orang seperti itu. Tapi apa itu jadi pembenaran untuk bersikap begitu terus? Tentu bukan. Kami sadar, harusnya kami nggak begitu.
Nggak lama setelah ngobrol, kami jalan lagi. Lalu saya dengar ada suara cowok yang manggil nama saya, "Anggi!" Ternyata si pemilik suara itu ada di belakang saya, lagi duduk di coffe shop, tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Saya balik sapa, "Hai, kak!".
Saya tau dia. Gimana nggak, teman-teman saya dulu banyak yang naksir dia, kakak kelas waktu saya kuliah dulu. Senyumnya yang ramah kayak punya magnet buat bikin saya nyamperin dan ngobrol sebentar. Ya, sekalian lah, jangan sampai kesadaran soal silaturahmi tadi sia-sia dan saya mulai berubah sedikit-sedikit. Meskipun saya tetap awkward, cuma bisa nanya pertanyaan standar dan jawaban saya nggak jelas (dan malu-maluin), obrolan singkat itu tetap menyenangkan buat saya. Terlebih selama kuliah, saya cuma pernah satu kali kerja bareng dia dalam satu divisi. Ternyata dia ingat saya. Bahkan mau nyapa duluan.
Usai pamitan dan menjauh dari kakak kelas tadi, teman saya bilang,
"harusnya dia kenal gue juga tau Nggi."
"Oh iya? Mungkin dia nggak liat."
"Liat kok, tapi kayak nggak ada orang aja."
"Mungkin dia nggak ngeh karena lo baru berjilbab?"
"Nggak deh kayaknya. Gue pernah ada kerja bareng gitu sama dia. Dulu gue follow twitter dia dan dia follow back. Kalo waktu itu dia nggak ngerasa kenal kan mungkin nggak follow back."
Kemudian teman saya ngecap orang itu sombong.
Saya jadi mikir lagi. Mungkin nggak ya, satu dari sekian orang yang nggak saya sapa juga mikir begitu? Ini baru orang yang pernah satu kerjaan, walau nggak satu tim, apalagi teman lama? Mereka kan mungkin nggak tau kalau saya malu, atau lagi nggak ngeh. Kenal tapi nggak nyapa, kalau bukan sombong, apa namanya?
Nggak gampang memang. Tapi saya jadi berniat untuk berubah. Saya disapa satpam kampus yang ramah setiap pagi aja senang, apalagi teman. Orang lain pun mungkin demikian.
Nggak penting dia masih ingat saya atau nggak.
Nggak penting dia akan tersenyum balik atau nggak.
Ini bukan soal siapa yang harus nyapa duluan.
Ini tentang menjaga silaturahmi. :)
No comments:
Post a Comment